Jakarta – Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin berpendapat bahwa antusiasme program cek kesehatan gratis (CKG) di Indonesia sudah cukup baik. Hingga saat ini, tercatat ada sekitar 5,3 juta orang yang mengikuti CKG sejak program dimulai Februari 2025. Jika situasi ini bertahan, target 50 juta peserta CKG dalam setahun di seluruh Indonesia menurutnya bisa didapatkan.
Menkes juga menyinggung bulan Juli nanti, program CKG untuk anak sekolah akan resmi dimulai. Ia berharap langkah ini bisa memperbanyak jumlah peserta CKG.
“Ini (jumlah peserta CKG) di mata saya sudah lumayan ini 5 jutaan. Targetnya kita kira-kira ya setahunnya kalau bisa 50 juta,” kata Menkes ditemui di Kantor DPR-MPR, Jakarta Pusat, Rabu (15/5/2025).
“Bulan Juli nanti ada program baru yaitu CKG yang anak-anak sekolah. Mudah-mudahan itu bisa menambah peningkatannya,” sambungnya.
Di balik tingginya angka cakupan yang tercatat, seperti apa sih warga memandang program ini sebenarnya? Pekerja lepas di Kota Depok, Jawa Barat Tita Putri (26) mengaku hingga saat ini belum mau mengikuti CKG meski sudah mendengar informasi tersebut. Ia awalnya tertarik untuk ikut, tapi mengaku malas kalau persyaratan dan alur tes yang harus dilakukan rumit.
Terlebih, hingga saat ini ia mengaku sosialisasi CKG belum sampai ke telinganya dan ia tak yakin CKG bisa sepenuhnya dilakukan dengan baik. Ia juga tidak mendapatkan sosialisasi secara langsung dari fasilitas kesehatan di tempatnya tinggal, bahkan ketika sedang berobat.
“Harus jelas apa saja tesnya, terus kalau semisal pada saat cek kesehatan terdeteksi, itu dilanjutkan apa sudah berhenti di situ saja. Soalnya infonya nggak lengkap dan nggak sampai ke aku,” katanya pada detikcom.
Senada, Dd Liga (26) pekerja swasta di Jakarta Selatan bahkan tidak pernah mendengar program CKG sama sekali. Ia tidak pernah menerima sosialisasi soal CKG, bahkan tidak pernah mendengar program tersebut dari lingkungan pertemanannya.
Meski ia menganggap CKG sebagai inisiatif yang baik, ia juga tak sepenuhnya yakin dengan program tersebut. Pada satu sisi, promosi program CKG masih kurang masif di tengah masyarakat dan di sisi lain kesadaran masyarakat akan cek kesehatan juga masih sangat rendah.
“Kesadaran jasa backlink online kesehatan kita kurang ya, kalau bisa beraktivitas biasa ya dianggap sehat, jadi harus gejala penyakit dulu. Jadi nggak ada urgensi. Sama mungkin promosi masih kurang kayaknya nggak sampai ke aku,” ucapnya.
NEXT: Ekspektasi tinggi soal CKG
Ekspektasi Tinggi Masyarakat yang Ikut CKG
Widia (27), pekerja swasta di Jakarta Barat termasuk yang sudah memanfaatkan CKG. Ketika pertama kali mendengar program ini, ia mengaku memiliki ekspektasi yang tinggi. Tapi setelah membaca detail lebih detail, termasuk pemeriksaan ternyata dilakukan di puskesmas, ia mulai menurunkan ekspektasinya.
Setelah mengikuti CKG, ia berpendapat pemeriksaan yang dilakukan untuk kategori usianya masih sangat minimal. Bahkan, setelah tes pun banyak input data hasil pemeriksaan yang menurutnya kurang tepat. Menurutnya, CKG lebih mengandalkan pengisian kuesioner yang dilakukan sebelum tes.
“Sebelum periksa juga ada harus isi kuesioner dan menurutku raport dari hasil pemeriksaan itu kebanyakan kebantunya emang dari kuesioner yang sudah diisi. Karena pas ngejalanin pemeriksaan itu nggak lengkap dari list-list pemeriksaan yang dijanjikan,” kata Widia.
“Kalau buat yang sudah menikah dan seksual aktif buat perempuan lumayan karena ada pemeriksaan sadanis gitu, itu aku tanya ke temanku yang sudah menikah dan punya anak. Hasilnya keluar H+30-an tapi kalo buat aku, kurang banget pemeriksaannya,” tandasnya.